Seorang kawan mengajak saya berkunjung ke Desa Lengkong, Serpong. Desa yang terletak di tengah kota BSD City. Nama yang cukup menarik ketika mendengarnya. Paling tidak, membuat saya penasaran darimana nama tersebut berasal. Kata Lengkong diambil dari asal tempat pendiri kampung ini, Raden Arya Wangsa Di Kara, di Sumedang. Raden Wangsa di Kara, atau Raden Arya Wangsakara adalah seorang ulama dan dapat dipastikan adalah Pangeran Arya Wiraraja II yang berasal dari Sumedang, yang memiliki benang merah dengan Kesultanan Cirebon. Ia pindah ke Banten untuk menghindari dari tekanan Kerajaan Mataram dan dari Pemberontakan Dipati Ukur. Selain itu, kata Lengkong ini juga menunjukkan bahwa lokasi kampung ini berada pada sebuah lingkung air; sungai. Foto oleh Bapak Yusri (Kepala SMK Plus BLM). Bersama kawan-kawan TripTrus dan Koperasi Jasa Wisata Mandiri Nusantara menyusur aliran Sungai Cisadane di Desa Lengkong Wetan (sebelah kanan tertutup pepohonan). Raden Arya Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam Haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran cucu Pucuk Umun dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Arya Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak ibu berasal dari Banten. Setelah berpindah-pindah beberapa kali, akibat ancaman dari VOC, akhirnya Raden Arya Wangsakara mendapatkan lokasi yang tepat. Lokasi kampung ini strategis tersembunyi dan terlindungi oleh alam (hutan bambu) dan dilingkungi Sungai Cisadane dan kali kecil. Dan uniknya, penentuan lokasi yang dilakukan beliau berdasarkan pemilihan bagian alur Sungai Cisadane yang secara kebetulan menghadap kiblat, yakni 25 derajat dari barat ke utara. Hal ini mempengaruhi posisi bangunan rumah-rumah santri yang berupa gubug panggung yang mengikuti posisi kiblat, serta bagian memanjang rumah tersebut menghadap sungai dan bukit. Bangunan yang pertama kali dibangun adalah masjid yang menjorok ke dekat sungai, lalu gubug-gubug para santri. Foto oleh Muhammar Khamdevi. Peta
Seorang kawan mengajak saya berkunjung ke Desa Lengkong, Serpong. Desa yang terletak di tengah kota BSD City. Nama yang cukup menarik ketika mendengarnya. Paling tidak, membuat saya penasaran darimana nama tersebut berasal. Kata Lengkong diambil dari asal tempat pendiri kampung ini, Raden Arya Wangsa Di Kara, di Sumedang. Raden Wangsa di Kara, atau Raden Arya
Suatu ketika, saya membaca sebuah buku yang ditulis oleh Cornelis Kowaas. Judulnya Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra. Dalam salah satu bagian, diceritakan tentang kejayaan Banda, Maluku. Menarik. Saat membaca buku ini, saya baru tahu, ternyata pada zamannya, Banda pernah diperebutkan oleh Belanda dan Inggris. Bahkan “pesonanya” menandingi New York, yang kala itu disebut New Amsterdam. KETIKA PULAU BANDA LEBIH BERHARGA DARIPADA NEW YORK PERCAYA atau tidak, rempah-rempah (pala, cengkeh, merica) adalah salah satu faktor utama yang mendorong percepatan perubahan wajah dunia. Dari catatan sejarah kuno, rempah-rempah telah dibawa dan digunakan hingga ke Timur Tengah lebih dari 4.000 tahun yang lalu melalui jalur laut dan darat dari Indonesia ke India dan China, terus sampai ke Timur Tengah melalui jalan sutra atau silk road yang tersohor itu menembus gunung dan padang pasir. Para ahli menyatakan bahwa pada tahun 2600 sebelum Masehi, bangsa Mesir memberikan rempah-rempah tertentu dari Asia kepada para pekerja bangunan piramida agar mereka memiliki kekuatan ekstra. Dari bukti arkeologis ditemukan bahwa bangsa Mesopotamia, atau Siria sekarang, telah menggunakan rempah-rempah yang berasal dari Maluku itu untuk keperluan rumah tangganya pada waktu yang bersamaan. Konon, urusan rempah-rempah juga yang membuat bangsa Aria yang berkebudayaan tinggi hijrah ke India. Bangsa-bangsa Eropa, yang harus membayar sangat mahal untuk mendapatkan rempah-rempah yang telah lama dikuasai pedagang Arab, berusaha keras untuk mencari sumbernya, yang konon berada di sebuah pulau keramat tempat burung-burung (bird of paradise) yang sangat indah beterbangan di angkasa dan tidak pernah mendarat di bumi kecuali saat dia mati. Hal itu kemudian menimbulkan keinginan dan akhirnya menjadi obsesi untuk mencari sumber rempah-rempah. Catatan perjalanan Marco Polo ke China dan Asia Tenggara membuka mata orang Eropa. Hal itu pula yang mendorong pelayaran Columbus ke Amerika dan membuatnya menamai penduduk asli berkulit gelap yang ditemuinya di benua baru itu “Indian” dan buah suci merah
Suatu ketika, saya membaca sebuah buku yang ditulis oleh Cornelis Kowaas. Judulnya Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra. Dalam salah satu bagian, diceritakan tentang kejayaan Banda, Maluku. Menarik. Saat membaca buku ini, saya baru tahu, ternyata pada zamannya, Banda pernah diperebutkan oleh Belanda dan Inggris. Bahkan “pesonanya” menandingi New York, yang kala itu disebut