[:en]Tahukah Anda, pengetahuan astronomi dan navigasi termasuk dalam sepuluh unsur kebudayaan Indonesia asli! Sebelum adanya pengaruh asing, bangsa Indonesia sudah memiliki pengetahuan tentang peredaran benda-benda angkasa seperti matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Pengaruh asing (India, Arab, Eropa) justru memperkaya khasanah pengetahuan astronomi bangsa Indonesia. Nah, Berdasarkan pengetahuan astronomi inilah kemudian tercipta kalender atau penanggalan. Kalender berkaitan erat dengan pengukuran waktu yang dihubungkan dengan pergerakan benda-benda angkasa. Benda-benda angkasa yang sering diamati manusia adalah matahari dan bulan yang secara langsung mempengaruhi iklim di bumi. Gejala-gejala alam seperti gerhana dan pasang surut air laut, juga segala aktivitas manusia. Kalender apapun yang pernah dibuat oleh manusia berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari (kalender solar atau syamsiyah) atau bulan mengelilingi bumi (kalender lunar atau qomariyah). Ada juga kalender yang memperhitungkan peredaran bumi dan bulan mengelilingi matahari; yang terakhir ini disebut lunisolar. Beberapa suku bangsa di Indonesia menciptakan kalendernya sendiri, seperti kalender Jawa (pranata mangsa), kalender Bali (tika atau wariga), kalender Batak (parhalaan), dan lain-lain. Pengetahuan astronomi juga juga dijadikan pedoman dalam pelayaran (navigasi). Tidak dapat disangkal bahwa pelaut-pelaut Indonesia dikenal mahir dan mampu mengarungi lautan luas sampai ke tempat-tempat yang jauh dengan berpedoman pada posisi bintang-bintang di langit. Di samping itu, pelaut-pelaut Indonesia juga sudah mengenal peta untuk berlayar, ini pernah dicatat oleh orang-orang Portugis pada awal ke-16. Alkisah, Albuquerque pernah mengirim sebuah peta yang bertuliskan huruf Jawa kepada raja Portugal. Tetapi kapal Albuquerque yang membawa peta itu tenggelam sehingga tidak ada lagi bukti tentang pengetahuan navigasi orang Jawa pada masa itu, seberapa jauh mereka dapat berlayar, dan sampai dimana pengetahuan mereka tentang geografi dan kartografi nusantara pada waktu itu. Wah, ternyata pengetahuan astronomi Indonesia sejak masa silam tidak kalah hebat dengan pengetahuan astronomi asing! Yuk, kita cintai selalu ilmu dan pengetahuan Indonesia yang bersumber dari warisan leluhur. Sumber: Penulisan ulang dari Diorama
[:en]Tahukah Anda, pengetahuan astronomi dan navigasi termasuk dalam sepuluh unsur kebudayaan Indonesia asli! Sebelum adanya pengaruh asing, bangsa Indonesia sudah memiliki pengetahuan tentang peredaran benda-benda angkasa seperti matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Pengaruh asing (India, Arab, Eropa) justru memperkaya khasanah pengetahuan astronomi bangsa Indonesia. Nah, Berdasarkan pengetahuan astronomi inilah kemudian tercipta kalender atau penanggalan. Kalender
Mengenal Indonesia akan bekerja sama dg komunitas yg rutin melakukan kegiatan sosial, salah satunya KKAB (ttg kkab dpt dilihat lbh detail di ( www.kkab.org) Pada Tanggal 6 Feb, KKAB akan meresmikan Rumah Baca Indonesia (perpustakaan untukk anak usia 5-18 th) di Sekolah Asoka, Pontianak. Sekolah ini adalah sekolah swasta yg operasionalnya dibiayai oleh para donatur Buddhist. Orang tua anak-anak TK-SMP yang berjumlah 270 anak ini adalah mayoritas chinese yg bermatapencaharian sebagai petani, buruh dan pedagang kecil. 1/3 siswa tidak mampu membayar SPP (saat ini mereka disupport beasiswa). Dengan medirikan RBI, KKAB akan mensupport dengan bantuan 2000 buku yg sesuai dg kebutuhan anak setempat, rak buku dan memberi pengarahan pengelolaan perpustakaan. Pada hari yg sama, akan diselenggarakan 2 sesi lainnya: 1. Pelatihan komputer bagi guru2 di sekolah Asoka. 2. Sharing session "Sadar Keuangan" bagi ibu2 ortu siswa. Diharapkan dg adanya financial literacy tsb, ibu2 lebih terampil mengatur keuangan keluarga agar tujuan keuangan masa depan dpt terencana. Campa sebagai tour operator yang ikut mensupport kegiatan-kegatan sosial traveling ikut mendukung adanya kegiiatan di sekolah Asoka. selain itu acara yang bertepatan dengan Festival budaya Cap Gomeh ini menjadikan acara ini akan sangat menarik. Jika Anda ingin meramaikan acara ini silahkan hubungi kami. jadikan Anda bagian dari peserta kegiatan sosial ini.
Mengenal Indonesia akan bekerja sama dg komunitas yg rutin melakukan kegiatan sosial, salah satunya KKAB (ttg kkab dpt dilihat lbh detail di ( www.kkab.org) Pada Tanggal 6 Feb, KKAB akan meresmikan Rumah Baca Indonesia (perpustakaan untukk anak usia 5-18 th) di Sekolah Asoka, Pontianak. Sekolah ini adalah sekolah swasta yg operasionalnya dibiayai oleh para donatur
Dalam suat kunjungan ke Dusun Kapayang tempat bermukim Dayak Meratus, ada seorang Ibu yang begitu bersahabat menerima kami. Ia baru saja turun dari hutan, menggendong balihung di punggung, berisikan pecahan pohon kayu manis. Peserta kami, Mustaqim, penasaran seperti apa rasanya menggendong balihung. Si Ibu dengan baik hati mempersilakan Mustaqim untuk mencoba. Setelah mengisi balihung dengan kulit kayu manis yang sudah direndam seharian, si Ibu menyerahkan balihung untuk dipakai oleh Mustaqim. Menaiki undakan satu demi satu. Terus berjalan menuju dusun atas, karena rumah si Ibu terletak di atas, persis tepi atas sisi sungai. Setelah berat menahan titik beban di kepala dan pundak, akhirnya sampai juga di depan rumah. "Bagaimana rasanya?" saya bertanya. Lepas menghela nafas dan mengumpulkan tenaga Taqim menjawab, "Ternyata, berat..." Kami pun hanya meringis. Seusai bersih diri sehabis turun dari hutan, si Ibu pun melanjutkan aktivitasnya, mengumpulkan hasil kulit kayu manis. Sementara Taqim berinteraksi dengan penduduk setempat, saya memperhatikan si Ibu. Karena penasaran, saya bertanya, "Bu...apa boleh saya masuk ke dalam rumah..? Saya ingin tahu rumah penduduk Kapayang seperti apa.." Si Ibu menjawab senang, "Pasti boleh!" Dengan senang hati saya masuk ke dalam rumahnya. Di antara rumah penduduk yang lain, saya rasa ini termasuk rumah yang cukup luas. Ada satu ruang utama dan satu kamar. Sisanya adalah dapur dan tempat mencuci perabotan. Di atas lemari dapur terdapat banyak balihung. Penduduk asli Dayak Meratus memang sudah terbiasa membuat sendiri balihung mereka. Yang menarik adalah bagian paling akhir dari rumah. Di sisi samping dan belakang, terdapat jendela besar. Ketika saya membukanya, langsung terpapar pemandangan sungai di depan bawah rumah. Suara gemericik air sungai yang berbenturan dengan batu pun terdengar jelas. Saya tersenyum ke arah sang Ibu. "Senang sekali Bu, punya rumah seperti ini. Auranya segar," ucap saya sekaligus berterima kasih karena sudah diperbolehkan masuk meneliti rumahnya. Si Ibu tersenyum senang. Lalu
Dalam suat kunjungan ke Dusun Kapayang tempat bermukim Dayak Meratus, ada seorang Ibu yang begitu bersahabat menerima kami. Ia baru saja turun dari hutan, menggendong balihung di punggung, berisikan pecahan pohon kayu manis. Peserta kami, Mustaqim, penasaran seperti apa rasanya menggendong balihung. Si Ibu dengan baik hati mempersilakan Mustaqim untuk mencoba. Setelah mengisi balihung dengan
Campa Tour turut hadir memenuhi undangan acara Peresmian dan Familirization Tour Bajo Mola (7-9 Agustus 2015). Acara ini diselenggarakan oleh British Council dan Bank Mandiri. Mola adalah salah satu desa wisata di Indonesia yang memiliki daya tarik khas untuk dikunjungi. Terletak di Pulau Wangiwangi, Wakatobi-Sulawesi Tenggara, Mola memberi pengalaman wisata budaya berbalut pengalaman bahari. Kawasan Bajo Mola, dikembangkan selama ±2 tahun menjadi sebuah desa wisata yang tumbuh dan berkembang berkat inisiatif masyarakatnya sendiri. Dalam hal ini, British Council dan Bank Mandiri bekerjasama mengembangkan 5 desa di kawasan Mola, yaitu Desa Mola Utara, Mola Selatan, Mola Bahari, Mola Samaturu, dan Mola Nelayan Bakti melalui program Mandiri bersama Mandiri – Pariwisata Berkelanjutan (MBM PB). Dengan memberikan dukungan pelatihan serta program pembinaan, diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan ekowisata budaya Bajo Mola. British Council dan Bank Mandiri meyakini, kualitas daya tarik wisata tentu juga dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat lokal mengelola destinasi pariwisata yang berkelanjutan secara mandiri. Kini, tiba saatnya masyarakat mengelola secara mandiri Desa Mola menjadi sebuah destinasi wisata yang berkualitas. Dihadiri oleh para pelaku trend wisata kekinian, Campa Tour, Kelanarasa, Wonderlust, dan KartuPos; serta berbagai media nasional, KompasTV, MNCTV, Media Indonesia, KompasTravel, Koran Kompas, Kontan, Detik.com, Jakarta Post, dan lain-lain, disaksikan oleh Bupati Wakatobi, Kemenparekraf, serta berbagai tokoh masyarakat, kawasan wisata Mola resmi diluncurkan.
Campa Tour turut hadir memenuhi undangan acara Peresmian dan Familirization Tour Bajo Mola (7-9 Agustus 2015). Acara ini diselenggarakan oleh British Council dan Bank Mandiri. Mola adalah salah satu desa wisata di Indonesia yang memiliki daya tarik khas untuk dikunjungi. Terletak di Pulau Wangiwangi, Wakatobi-Sulawesi Tenggara, Mola memberi pengalaman wisata budaya berbalut pengalaman bahari. Kawasan
Seorang kawan mengajak saya berkunjung ke Desa Lengkong, Serpong. Desa yang terletak di tengah kota BSD City. Nama yang cukup menarik ketika mendengarnya. Paling tidak, membuat saya penasaran darimana nama tersebut berasal. Kata Lengkong diambil dari asal tempat pendiri kampung ini, Raden Arya Wangsa Di Kara, di Sumedang. Raden Wangsa di Kara, atau Raden Arya Wangsakara adalah seorang ulama dan dapat dipastikan adalah Pangeran Arya Wiraraja II yang berasal dari Sumedang, yang memiliki benang merah dengan Kesultanan Cirebon. Ia pindah ke Banten untuk menghindari dari tekanan Kerajaan Mataram dan dari Pemberontakan Dipati Ukur. Selain itu, kata Lengkong ini juga menunjukkan bahwa lokasi kampung ini berada pada sebuah lingkung air; sungai. Foto oleh Bapak Yusri (Kepala SMK Plus BLM). Bersama kawan-kawan TripTrus dan Koperasi Jasa Wisata Mandiri Nusantara menyusur aliran Sungai Cisadane di Desa Lengkong Wetan (sebelah kanan tertutup pepohonan). Raden Arya Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam Haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran cucu Pucuk Umun dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Arya Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak ibu berasal dari Banten. Setelah berpindah-pindah beberapa kali, akibat ancaman dari VOC, akhirnya Raden Arya Wangsakara mendapatkan lokasi yang tepat. Lokasi kampung ini strategis tersembunyi dan terlindungi oleh alam (hutan bambu) dan dilingkungi Sungai Cisadane dan kali kecil. Dan uniknya, penentuan lokasi yang dilakukan beliau berdasarkan pemilihan bagian alur Sungai Cisadane yang secara kebetulan menghadap kiblat, yakni 25 derajat dari barat ke utara. Hal ini mempengaruhi posisi bangunan rumah-rumah santri yang berupa gubug panggung yang mengikuti posisi kiblat, serta bagian memanjang rumah tersebut menghadap sungai dan bukit. Bangunan yang pertama kali dibangun adalah masjid yang menjorok ke dekat sungai, lalu gubug-gubug para santri. Foto oleh Muhammar Khamdevi. Peta
Seorang kawan mengajak saya berkunjung ke Desa Lengkong, Serpong. Desa yang terletak di tengah kota BSD City. Nama yang cukup menarik ketika mendengarnya. Paling tidak, membuat saya penasaran darimana nama tersebut berasal. Kata Lengkong diambil dari asal tempat pendiri kampung ini, Raden Arya Wangsa Di Kara, di Sumedang. Raden Wangsa di Kara, atau Raden Arya
Suatu ketika, saya membaca sebuah buku yang ditulis oleh Cornelis Kowaas. Judulnya Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra. Dalam salah satu bagian, diceritakan tentang kejayaan Banda, Maluku. Menarik. Saat membaca buku ini, saya baru tahu, ternyata pada zamannya, Banda pernah diperebutkan oleh Belanda dan Inggris. Bahkan “pesonanya” menandingi New York, yang kala itu disebut New Amsterdam. KETIKA PULAU BANDA LEBIH BERHARGA DARIPADA NEW YORK PERCAYA atau tidak, rempah-rempah (pala, cengkeh, merica) adalah salah satu faktor utama yang mendorong percepatan perubahan wajah dunia. Dari catatan sejarah kuno, rempah-rempah telah dibawa dan digunakan hingga ke Timur Tengah lebih dari 4.000 tahun yang lalu melalui jalur laut dan darat dari Indonesia ke India dan China, terus sampai ke Timur Tengah melalui jalan sutra atau silk road yang tersohor itu menembus gunung dan padang pasir. Para ahli menyatakan bahwa pada tahun 2600 sebelum Masehi, bangsa Mesir memberikan rempah-rempah tertentu dari Asia kepada para pekerja bangunan piramida agar mereka memiliki kekuatan ekstra. Dari bukti arkeologis ditemukan bahwa bangsa Mesopotamia, atau Siria sekarang, telah menggunakan rempah-rempah yang berasal dari Maluku itu untuk keperluan rumah tangganya pada waktu yang bersamaan. Konon, urusan rempah-rempah juga yang membuat bangsa Aria yang berkebudayaan tinggi hijrah ke India. Bangsa-bangsa Eropa, yang harus membayar sangat mahal untuk mendapatkan rempah-rempah yang telah lama dikuasai pedagang Arab, berusaha keras untuk mencari sumbernya, yang konon berada di sebuah pulau keramat tempat burung-burung (bird of paradise) yang sangat indah beterbangan di angkasa dan tidak pernah mendarat di bumi kecuali saat dia mati. Hal itu kemudian menimbulkan keinginan dan akhirnya menjadi obsesi untuk mencari sumber rempah-rempah. Catatan perjalanan Marco Polo ke China dan Asia Tenggara membuka mata orang Eropa. Hal itu pula yang mendorong pelayaran Columbus ke Amerika dan membuatnya menamai penduduk asli berkulit gelap yang ditemuinya di benua baru itu “Indian” dan buah suci merah
Suatu ketika, saya membaca sebuah buku yang ditulis oleh Cornelis Kowaas. Judulnya Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra. Dalam salah satu bagian, diceritakan tentang kejayaan Banda, Maluku. Menarik. Saat membaca buku ini, saya baru tahu, ternyata pada zamannya, Banda pernah diperebutkan oleh Belanda dan Inggris. Bahkan “pesonanya” menandingi New York, yang kala itu disebut
Campa bersama beberapa pelaku trend wisata kekinian dan Wanderlust Indonesia yang menjadi salah satu lokomotif komunitas bisnis sosial yang bergerak di bidang community-based tourism dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, lingkungan, dan ekonomi di masyarakat lokal tujuan wisata di Indonesia, bekerjasama mengadakan acara talkshow. Talkshow ini di inisiasi oleh Wonderlust yang mempunyai visi memberikan pengalaman traveling yang unik dan bermakna untuk para traveler kami sehingga mereka tidak hanya traveling tapi juga melakukan kegiatan volunteering dan berkontribusi di proyek sosial yang kami rintis di desa lokasi wisata. Setiap 3 bulan sekali, Wonderlust mengadakan talkshow bernama WanderTalk untuk umum sebagai forum untuk bertukar pikiran dan berbagi tentang topik-topik seputar traveling, community development, dan volunteering. Bulan ini, Wonderlust mengangkat tema "Learn the Different Way of Travel Indonesia". Pada hari Selasa, 12 Mei 2015 di @america - Pacific Place Mall 3rd Floor, pukul 18.30 - 20.30 WIB. Campa diundang karena selama ini berkomitmen menjadi salah satu pelaku penggerak dunia pariwisata di Indonesia mempunyai cita-cita besar untuk mempromosikan kekayaan dan keindahan Alam dan Budaya Nusantara. Campa juga mempunyai cita-cita besar untuk mengembangkan partner lokal untuk mandiri dan mendorong ekonomi kreatif di bidang pariwisata dan pengembangannya di berbagai daerah di Indonesia. Dalam talkshow nanti campa akan menyampaikan banyak hal, tentang kegiatan Campa selama ini di masyarakat dan kegiatan tournya yang selalu melibatkan masyarakat menjadi bagian dari subyek pariwisata.
Campa bersama beberapa pelaku trend wisata kekinian dan Wanderlust Indonesia yang menjadi salah satu lokomotif komunitas bisnis sosial yang bergerak di bidang community-based tourism dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, lingkungan, dan ekonomi di masyarakat lokal tujuan wisata di Indonesia, bekerjasama mengadakan acara talkshow. Talkshow ini di inisiasi oleh Wonderlust yang mempunyai visi memberikan