[:en]“Traveling Experiment” di Rote Sudah bukan rahasia lagi bahwa aktivitas wisata turut menyumbang sampah di destinasi yang kita kunjungi. Sampah yang paling banyak dan paling membahayakan adalah sampah plastik! Campa mencoba melakukan “traveling experiment” bersama peserta Indonesia Diversity selama tour ke Rote. Sampah plastik akan paling banyak disumbangkan dari botol minuman yang kita konsumsi. Sangat wajar, karena kita butuh banyak cairan ketika melakukan aktivitas wisata. Paling tidak dua botol air mineral ukuran sedang dibutuhkan selama perjalanan. Bagi yang sangat suka dan sangat butuh minum, apalagi jika destinasinya pantai dan tempat yang sangat panas, kebutuhannya bisa mencapai dua botol air mineral ukuran besar! Nah, coba saja kalikan berapa sampah plastik yang akan dihasilkan. Jika dalam satu kelompok tour terdapat lima orang, dimana setiap orang menyumbang-mengkonsumsi minimal dua botol air mineral per hari, lalu kita kalikan dengan jumlah hari berwisata (misal: lima hari), maka hasilnya … 50 botol plastik! Lalu bagaimana jika satu kelompok terdiri dari lebih dari 5 orang? Bagaimana jika per orang-nya minum lebih dari dua botol? Bagaimana jika kunjungan wisatawan dilakukan sepanjang tahun? Waw! Pasti hasilnya fantastis! Bisa dibayangkan bagaimana jika sampah plastik ini terus ada dan menumpuk di destinasi yang kita kunjungi… Wisata bukannya menjadi berkah, malah akhirnya menjadi bencana. Tempat yang tadinya kita puji karena keindahannya pun jadi ternodai karena sampah plastik yang kini terserak dimana-mana. Tips Mengurangi Sampah Plastik Lalu, bagaimana cara untuk mengurangi sampah botol plastik para traveler? 1.Kurangi Minum Jika tidak ingin pusing khawatir karena menyumbang sampah plastik dari botol minuman. Coba kurangi minum. Lebih baik lagi kalau puasa minum selama perjalanan. Tapi, apa kuat? Bisa-bisa yang terjadi adalah kita pusing dan lemas selama perjalanan karena kekurangan cairan:D 2.Sedia Botol Minum Sendiri Awal mulanya, kami buat kesepakatan untuk menyimpan botol minum yang pertama kali dibeli. Lalu, kami menantang diri untuk mencari, dimana kami bisa
[:en]“Traveling Experiment” di Rote Sudah bukan rahasia lagi bahwa aktivitas wisata turut menyumbang sampah di destinasi yang kita kunjungi. Sampah yang paling banyak dan paling membahayakan adalah sampah plastik! Campa mencoba melakukan “traveling experiment” bersama peserta Indonesia Diversity selama tour ke Rote. Sampah plastik akan paling banyak disumbangkan dari botol minuman yang kita konsumsi. Sangat
[:ID]Seputar Waisak Setiap tahun, perayaan Waisak di Candi Borobudur selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Antusiasme tersebut dikarenakan perayaan Waisak mempunyai rentetan acara yang unik, menarik, dan tentunya sakral. Apalagi dengan diadakannya penerbangan jutaan lampion di area zona dua Candi Borobudur. Hal ini menjadi sebuah magnet yang luar biasa bagi banyak kalangan penikmat wisata, fotografer, hingga wisatawan asing. Perayaan Waisak dari tahun ke tahun mempunyai alur acara yang sama, tetapi teknis acara selalu disempurnakan setiap tahunnya. Penyempurnaan ini dikaitkan dengan semakin banyaknya umat dan wisatawan yang ingin mengikuti prosesi, sehingga seringkali wisatawan (pada khususnya) mengganggu aktivitas ibadah yang dilakukan. Kekacauan pernah terjadi sekitar tahun 2013. Hal ini seharusnya membuat malu para wisatawan yang peduli terhadap keberlanjutan wisata yang baik dan ramah akan budaya masyarakat. Semoga peristiwa ini tidak terjadi kembali di masa mendatang. Untuk menanggulangi peristiwa yang sama terulang kembali, maka Walubi, sebuah organisasi keagamaan Budha sekaligus panitia pelaksana, dan tentunya pihak terkait lainnya, menyempurnakan setiap detail acara. Hal tersebut dilakukan agar kebutuhan semua pihak bisa terakomodir dan tidak terjadi gesekan, baik umat yang ingin khusyuk dalam ibadah dan wisatawan yang ingin memuaskan hasratnya melihat peristiwa tahunan ini. Informasi dan Tips Menikmati Waisak Penting sekali untuk memahami alur acara Waisak, terutama untuk diperhatikan oleh wisatawan yang ingin melihat perayaan ini. Karena kebanyakan masyarakat atau wisatawan mungkin tidak mengetahui secara detail. Agar dapat menikmati Waisak namun tetap ramah budaya, ada baiknya traveler mengetahui informasi dan tips seputar Waisak. 1.Acara Doa di Candi Mendut Perayaan Waisak dimulai dari acara ibadah dan doa yang akan dilakukan di Candi Mendut. Wisatawan bisa melihat acara ini saat siang hari sebelum diadakannya karnaval. Untuk tahun 2016, kemungkinan akan dilakukan pada tanggal 21 Mei siang. Tips khusus: Bagi wisatawan, Anda bisa mengunjungi acara ini dan disinilah Anda bisa membeli lampion untuk diterbangkan pada malam harinya. Anda tidak perlu
[:ID]Seputar Waisak Setiap tahun, perayaan Waisak di Candi Borobudur selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Antusiasme tersebut dikarenakan perayaan Waisak mempunyai rentetan acara yang unik, menarik, dan tentunya sakral. Apalagi dengan diadakannya penerbangan jutaan lampion di area zona dua Candi Borobudur. Hal ini menjadi sebuah magnet yang luar biasa bagi banyak kalangan penikmat wisata, fotografer, hingga
[:ID]Saga, Kampung Tradisi Lio di Kaki Kelimutu Kawah Kelimutu yang memiliki tiga kawah berbeda dan ajaib bisa berubah-ubah warnanya adalah pesona terbaik dari Pulau Flores, salah satu pulau utama di Nusa Tenggara Timur. Tapi, tahukah Anda? Kawah Kelimutu sesungguhnya menjadi tempat sakral bagi masyarakat Suku Lio, suku asli di wilayah Ende. Perjalanan saya mengagumi keajaiban Kawah Kelimutu pun harus disempurnakan dengan berkunjung ke Kampung Saga. Rupa tradisi luhur dari Suku Lio yang sudah berjalan berabad-abad bisa dijumpai masih secara asli di Kampung Saga. Terletak di tepian Taman Nasional Kelimutu, di kawasan lereng selatan Gunung Kelimutu, Kampung Saga menawarkan pesona budaya yang mengharmoni dengan lestarinya alam raya. Kampung Saga menghampar manis di lereng perbukitan yang dikelilingi oleh rimbunnya hutan dan ladang kopra warga. Ada perasaan bahagia saat melihat rumah-rumah warga yang masih kental nuansa etnisnya terletak dengan menyesuaikan kontur perbukitan. Ada perasaan gembira saat keramahan warganya mudah didapatkan sejak pertama kali memasuki Kampung Saga. Berkunjung ke Kampung Saga untuk bisa mendapatkan pengalaman sempurna paling bagus adalah didampingi Pak Maxi Muswolo (45). Pria ramah ini adalah penggerak Kampung Saga agar bisa dinikmati secara wisata kepada khalayak luas yang ingin belajar tradisi Suku Lio. Perjalanan menelusuri keindahan Saga, saya pun dikawani Pak Maxi yang juga merupakan putra dari Mausalaki atau Kepala Suku di Kampung Saga. Pengetahuannya yang luas tentang Kampung Saga dan pariwisata budaya bisa memikat setiap tamu dari manapun seakan-akan bisa terlempar pada suasana karismatik sebuah negeri yang anggun secara alam dan budaya. Wajah Kampung Saga Kampung Saga belum banyak dikenal dalam jangkauan radar wisata Overland Flores. Saga ibaratnya sebagai sosok perawan cantik yang baru mulai membukakan diri untuk diketahui dan dikunjungi kepada siapapun para pemburu keindahan. Secara administratif, Kampung Saga terletak di Kecamatan Roa, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Tiga puluh kilometer melintasi Jalan Trans Flores dari Kelimutu ke arah
[:ID]Saga, Kampung Tradisi Lio di Kaki Kelimutu Kawah Kelimutu yang memiliki tiga kawah berbeda dan ajaib bisa berubah-ubah warnanya adalah pesona terbaik dari Pulau Flores, salah satu pulau utama di Nusa Tenggara Timur. Tapi, tahukah Anda? Kawah Kelimutu sesungguhnya menjadi tempat sakral bagi masyarakat Suku Lio, suku asli di wilayah Ende. Perjalanan saya mengagumi keajaiban
[:en]Pulau Rote Kepulauan Rote, juga disebut Pulau Roti, adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Rote merupakan wilayah paling selatan Indonesia. Pulau ini terkenal dengan kekhasan budidaya lontar, wisata alam pantai, musik sasandu, dan topi adat Ti’I Langga. Rote beserta pulau-pulau kecil disekitarnya berstatus sebagai kabupaten dengan nama Kabupaten Rote Ndao. Kepulauan Rote terdiri atas 96 pulau, 6 di antaranya berpenghuni. Wilayah ini beriklim kering yang dipengaruhi angin muson dan musim hujan relatif pendek (3-4 bulan). Bagian utara dan selatan berupa pantai dengan dataran rendah, sementara bagian tengah merupakan lembah dan perbukitan. Pulau ini dapat dikelilingi dalam jangka waktu yang relatif singkat. Rote dan Sasandu Bagi sebagian orang di Rote, sasandu gong adalah alat musik tradisional yang ketinggalan zaman. Bahannya dari daun lontar dan bambu serta hanya punya lima nada pentatonis sehingga tak cocok untuk memainkan lagu masa kini. Sasandu gong memang cocok digunakan untuk memainkan lagu Rote, tembang daerah yang syairnya sarat nasehat dan kearifan. Perlahan-lahan, generasi muda yang mestinya menjadi pewaris budaya Rote, mulai meninggalkan sasandu gong untuk alat musik yang lebih modern. Di sebuah pesta pernikahan, Esau Nalle duduk memeluk sasandu gong, alat musik tradisional Rote, Nusa Tenggara Timur. Matanya menatap kerumunan tamu pesta yang riuh berdansa pada musik yang bingar. Syair Rote yang dilantunkannya dengan petikan sasandu gong mengantar pengantin ke pelaminan, sudah terlupakan. Merdu suara dan khidmat pesan dalam syairnya kalah silau dengan dentuman pengeras suara dan muda-mudi yang berjoget. Sedih hatinya menyaksikan sasandu gong dan syair Rote semakin tergantikan, tersisihkan oleh musik modern yang membahana. Lelaki paruh baya itu adalah satu di antara sedikit seniman sasandu gong Rote yang masih bertahan. Dilarang sang ayah untuk memetik sasandu gong karena mitos mati muda, Esau Nalle justru bertumbuh mencintai sasandu gong. Bagi Esau Nalle, sasandu gong bukanlah sekadar alat musik. Sasandu
[:en]Pulau Rote Kepulauan Rote, juga disebut Pulau Roti, adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Rote merupakan wilayah paling selatan Indonesia. Pulau ini terkenal dengan kekhasan budidaya lontar, wisata alam pantai, musik sasandu, dan topi adat Ti’I Langga. Rote beserta pulau-pulau kecil disekitarnya berstatus sebagai kabupaten dengan nama Kabupaten Rote Ndao. Kepulauan
[:en]Tahukah Anda, pengetahuan astronomi dan navigasi termasuk dalam sepuluh unsur kebudayaan Indonesia asli! Sebelum adanya pengaruh asing, bangsa Indonesia sudah memiliki pengetahuan tentang peredaran benda-benda angkasa seperti matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Pengaruh asing (India, Arab, Eropa) justru memperkaya khasanah pengetahuan astronomi bangsa Indonesia. Nah, Berdasarkan pengetahuan astronomi inilah kemudian tercipta kalender atau penanggalan. Kalender berkaitan erat dengan pengukuran waktu yang dihubungkan dengan pergerakan benda-benda angkasa. Benda-benda angkasa yang sering diamati manusia adalah matahari dan bulan yang secara langsung mempengaruhi iklim di bumi. Gejala-gejala alam seperti gerhana dan pasang surut air laut, juga segala aktivitas manusia. Kalender apapun yang pernah dibuat oleh manusia berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari (kalender solar atau syamsiyah) atau bulan mengelilingi bumi (kalender lunar atau qomariyah). Ada juga kalender yang memperhitungkan peredaran bumi dan bulan mengelilingi matahari; yang terakhir ini disebut lunisolar. Beberapa suku bangsa di Indonesia menciptakan kalendernya sendiri, seperti kalender Jawa (pranata mangsa), kalender Bali (tika atau wariga), kalender Batak (parhalaan), dan lain-lain. Pengetahuan astronomi juga juga dijadikan pedoman dalam pelayaran (navigasi). Tidak dapat disangkal bahwa pelaut-pelaut Indonesia dikenal mahir dan mampu mengarungi lautan luas sampai ke tempat-tempat yang jauh dengan berpedoman pada posisi bintang-bintang di langit. Di samping itu, pelaut-pelaut Indonesia juga sudah mengenal peta untuk berlayar, ini pernah dicatat oleh orang-orang Portugis pada awal ke-16. Alkisah, Albuquerque pernah mengirim sebuah peta yang bertuliskan huruf Jawa kepada raja Portugal. Tetapi kapal Albuquerque yang membawa peta itu tenggelam sehingga tidak ada lagi bukti tentang pengetahuan navigasi orang Jawa pada masa itu, seberapa jauh mereka dapat berlayar, dan sampai dimana pengetahuan mereka tentang geografi dan kartografi nusantara pada waktu itu. Wah, ternyata pengetahuan astronomi Indonesia sejak masa silam tidak kalah hebat dengan pengetahuan astronomi asing! Yuk, kita cintai selalu ilmu dan pengetahuan Indonesia yang bersumber dari warisan leluhur. Sumber: Penulisan ulang dari Diorama
[:en]Tahukah Anda, pengetahuan astronomi dan navigasi termasuk dalam sepuluh unsur kebudayaan Indonesia asli! Sebelum adanya pengaruh asing, bangsa Indonesia sudah memiliki pengetahuan tentang peredaran benda-benda angkasa seperti matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Pengaruh asing (India, Arab, Eropa) justru memperkaya khasanah pengetahuan astronomi bangsa Indonesia. Nah, Berdasarkan pengetahuan astronomi inilah kemudian tercipta kalender atau penanggalan. Kalender
Mengenal Indonesia akan bekerja sama dg komunitas yg rutin melakukan kegiatan sosial, salah satunya KKAB (ttg kkab dpt dilihat lbh detail di ( www.kkab.org) Pada Tanggal 6 Feb, KKAB akan meresmikan Rumah Baca Indonesia (perpustakaan untukk anak usia 5-18 th) di Sekolah Asoka, Pontianak. Sekolah ini adalah sekolah swasta yg operasionalnya dibiayai oleh para donatur Buddhist. Orang tua anak-anak TK-SMP yang berjumlah 270 anak ini adalah mayoritas chinese yg bermatapencaharian sebagai petani, buruh dan pedagang kecil. 1/3 siswa tidak mampu membayar SPP (saat ini mereka disupport beasiswa). Dengan medirikan RBI, KKAB akan mensupport dengan bantuan 2000 buku yg sesuai dg kebutuhan anak setempat, rak buku dan memberi pengarahan pengelolaan perpustakaan. Pada hari yg sama, akan diselenggarakan 2 sesi lainnya: 1. Pelatihan komputer bagi guru2 di sekolah Asoka. 2. Sharing session "Sadar Keuangan" bagi ibu2 ortu siswa. Diharapkan dg adanya financial literacy tsb, ibu2 lebih terampil mengatur keuangan keluarga agar tujuan keuangan masa depan dpt terencana. Campa sebagai tour operator yang ikut mensupport kegiatan-kegatan sosial traveling ikut mendukung adanya kegiiatan di sekolah Asoka. selain itu acara yang bertepatan dengan Festival budaya Cap Gomeh ini menjadikan acara ini akan sangat menarik. Jika Anda ingin meramaikan acara ini silahkan hubungi kami. jadikan Anda bagian dari peserta kegiatan sosial ini.
Mengenal Indonesia akan bekerja sama dg komunitas yg rutin melakukan kegiatan sosial, salah satunya KKAB (ttg kkab dpt dilihat lbh detail di ( www.kkab.org) Pada Tanggal 6 Feb, KKAB akan meresmikan Rumah Baca Indonesia (perpustakaan untukk anak usia 5-18 th) di Sekolah Asoka, Pontianak. Sekolah ini adalah sekolah swasta yg operasionalnya dibiayai oleh para donatur
Dalam suat kunjungan ke Dusun Kapayang tempat bermukim Dayak Meratus, ada seorang Ibu yang begitu bersahabat menerima kami. Ia baru saja turun dari hutan, menggendong balihung di punggung, berisikan pecahan pohon kayu manis. Peserta kami, Mustaqim, penasaran seperti apa rasanya menggendong balihung. Si Ibu dengan baik hati mempersilakan Mustaqim untuk mencoba. Setelah mengisi balihung dengan kulit kayu manis yang sudah direndam seharian, si Ibu menyerahkan balihung untuk dipakai oleh Mustaqim. Menaiki undakan satu demi satu. Terus berjalan menuju dusun atas, karena rumah si Ibu terletak di atas, persis tepi atas sisi sungai. Setelah berat menahan titik beban di kepala dan pundak, akhirnya sampai juga di depan rumah. "Bagaimana rasanya?" saya bertanya. Lepas menghela nafas dan mengumpulkan tenaga Taqim menjawab, "Ternyata, berat..." Kami pun hanya meringis. Seusai bersih diri sehabis turun dari hutan, si Ibu pun melanjutkan aktivitasnya, mengumpulkan hasil kulit kayu manis. Sementara Taqim berinteraksi dengan penduduk setempat, saya memperhatikan si Ibu. Karena penasaran, saya bertanya, "Bu...apa boleh saya masuk ke dalam rumah..? Saya ingin tahu rumah penduduk Kapayang seperti apa.." Si Ibu menjawab senang, "Pasti boleh!" Dengan senang hati saya masuk ke dalam rumahnya. Di antara rumah penduduk yang lain, saya rasa ini termasuk rumah yang cukup luas. Ada satu ruang utama dan satu kamar. Sisanya adalah dapur dan tempat mencuci perabotan. Di atas lemari dapur terdapat banyak balihung. Penduduk asli Dayak Meratus memang sudah terbiasa membuat sendiri balihung mereka. Yang menarik adalah bagian paling akhir dari rumah. Di sisi samping dan belakang, terdapat jendela besar. Ketika saya membukanya, langsung terpapar pemandangan sungai di depan bawah rumah. Suara gemericik air sungai yang berbenturan dengan batu pun terdengar jelas. Saya tersenyum ke arah sang Ibu. "Senang sekali Bu, punya rumah seperti ini. Auranya segar," ucap saya sekaligus berterima kasih karena sudah diperbolehkan masuk meneliti rumahnya. Si Ibu tersenyum senang. Lalu
Dalam suat kunjungan ke Dusun Kapayang tempat bermukim Dayak Meratus, ada seorang Ibu yang begitu bersahabat menerima kami. Ia baru saja turun dari hutan, menggendong balihung di punggung, berisikan pecahan pohon kayu manis. Peserta kami, Mustaqim, penasaran seperti apa rasanya menggendong balihung. Si Ibu dengan baik hati mempersilakan Mustaqim untuk mencoba. Setelah mengisi balihung dengan
Campa Tour turut hadir memenuhi undangan acara Peresmian dan Familirization Tour Bajo Mola (7-9 Agustus 2015). Acara ini diselenggarakan oleh British Council dan Bank Mandiri. Mola adalah salah satu desa wisata di Indonesia yang memiliki daya tarik khas untuk dikunjungi. Terletak di Pulau Wangiwangi, Wakatobi-Sulawesi Tenggara, Mola memberi pengalaman wisata budaya berbalut pengalaman bahari. Kawasan Bajo Mola, dikembangkan selama ±2 tahun menjadi sebuah desa wisata yang tumbuh dan berkembang berkat inisiatif masyarakatnya sendiri. Dalam hal ini, British Council dan Bank Mandiri bekerjasama mengembangkan 5 desa di kawasan Mola, yaitu Desa Mola Utara, Mola Selatan, Mola Bahari, Mola Samaturu, dan Mola Nelayan Bakti melalui program Mandiri bersama Mandiri – Pariwisata Berkelanjutan (MBM PB). Dengan memberikan dukungan pelatihan serta program pembinaan, diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan ekowisata budaya Bajo Mola. British Council dan Bank Mandiri meyakini, kualitas daya tarik wisata tentu juga dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat lokal mengelola destinasi pariwisata yang berkelanjutan secara mandiri. Kini, tiba saatnya masyarakat mengelola secara mandiri Desa Mola menjadi sebuah destinasi wisata yang berkualitas. Dihadiri oleh para pelaku trend wisata kekinian, Campa Tour, Kelanarasa, Wonderlust, dan KartuPos; serta berbagai media nasional, KompasTV, MNCTV, Media Indonesia, KompasTravel, Koran Kompas, Kontan, Detik.com, Jakarta Post, dan lain-lain, disaksikan oleh Bupati Wakatobi, Kemenparekraf, serta berbagai tokoh masyarakat, kawasan wisata Mola resmi diluncurkan.
Campa Tour turut hadir memenuhi undangan acara Peresmian dan Familirization Tour Bajo Mola (7-9 Agustus 2015). Acara ini diselenggarakan oleh British Council dan Bank Mandiri. Mola adalah salah satu desa wisata di Indonesia yang memiliki daya tarik khas untuk dikunjungi. Terletak di Pulau Wangiwangi, Wakatobi-Sulawesi Tenggara, Mola memberi pengalaman wisata budaya berbalut pengalaman bahari. Kawasan
Seorang kawan mengajak saya berkunjung ke Desa Lengkong, Serpong. Desa yang terletak di tengah kota BSD City. Nama yang cukup menarik ketika mendengarnya. Paling tidak, membuat saya penasaran darimana nama tersebut berasal. Kata Lengkong diambil dari asal tempat pendiri kampung ini, Raden Arya Wangsa Di Kara, di Sumedang. Raden Wangsa di Kara, atau Raden Arya Wangsakara adalah seorang ulama dan dapat dipastikan adalah Pangeran Arya Wiraraja II yang berasal dari Sumedang, yang memiliki benang merah dengan Kesultanan Cirebon. Ia pindah ke Banten untuk menghindari dari tekanan Kerajaan Mataram dan dari Pemberontakan Dipati Ukur. Selain itu, kata Lengkong ini juga menunjukkan bahwa lokasi kampung ini berada pada sebuah lingkung air; sungai. Foto oleh Bapak Yusri (Kepala SMK Plus BLM). Bersama kawan-kawan TripTrus dan Koperasi Jasa Wisata Mandiri Nusantara menyusur aliran Sungai Cisadane di Desa Lengkong Wetan (sebelah kanan tertutup pepohonan). Raden Arya Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam Haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran cucu Pucuk Umun dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Arya Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak ibu berasal dari Banten. Setelah berpindah-pindah beberapa kali, akibat ancaman dari VOC, akhirnya Raden Arya Wangsakara mendapatkan lokasi yang tepat. Lokasi kampung ini strategis tersembunyi dan terlindungi oleh alam (hutan bambu) dan dilingkungi Sungai Cisadane dan kali kecil. Dan uniknya, penentuan lokasi yang dilakukan beliau berdasarkan pemilihan bagian alur Sungai Cisadane yang secara kebetulan menghadap kiblat, yakni 25 derajat dari barat ke utara. Hal ini mempengaruhi posisi bangunan rumah-rumah santri yang berupa gubug panggung yang mengikuti posisi kiblat, serta bagian memanjang rumah tersebut menghadap sungai dan bukit. Bangunan yang pertama kali dibangun adalah masjid yang menjorok ke dekat sungai, lalu gubug-gubug para santri. Foto oleh Muhammar Khamdevi. Peta
Seorang kawan mengajak saya berkunjung ke Desa Lengkong, Serpong. Desa yang terletak di tengah kota BSD City. Nama yang cukup menarik ketika mendengarnya. Paling tidak, membuat saya penasaran darimana nama tersebut berasal. Kata Lengkong diambil dari asal tempat pendiri kampung ini, Raden Arya Wangsa Di Kara, di Sumedang. Raden Wangsa di Kara, atau Raden Arya
Suatu ketika, saya membaca sebuah buku yang ditulis oleh Cornelis Kowaas. Judulnya Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra. Dalam salah satu bagian, diceritakan tentang kejayaan Banda, Maluku. Menarik. Saat membaca buku ini, saya baru tahu, ternyata pada zamannya, Banda pernah diperebutkan oleh Belanda dan Inggris. Bahkan “pesonanya” menandingi New York, yang kala itu disebut New Amsterdam. KETIKA PULAU BANDA LEBIH BERHARGA DARIPADA NEW YORK PERCAYA atau tidak, rempah-rempah (pala, cengkeh, merica) adalah salah satu faktor utama yang mendorong percepatan perubahan wajah dunia. Dari catatan sejarah kuno, rempah-rempah telah dibawa dan digunakan hingga ke Timur Tengah lebih dari 4.000 tahun yang lalu melalui jalur laut dan darat dari Indonesia ke India dan China, terus sampai ke Timur Tengah melalui jalan sutra atau silk road yang tersohor itu menembus gunung dan padang pasir. Para ahli menyatakan bahwa pada tahun 2600 sebelum Masehi, bangsa Mesir memberikan rempah-rempah tertentu dari Asia kepada para pekerja bangunan piramida agar mereka memiliki kekuatan ekstra. Dari bukti arkeologis ditemukan bahwa bangsa Mesopotamia, atau Siria sekarang, telah menggunakan rempah-rempah yang berasal dari Maluku itu untuk keperluan rumah tangganya pada waktu yang bersamaan. Konon, urusan rempah-rempah juga yang membuat bangsa Aria yang berkebudayaan tinggi hijrah ke India. Bangsa-bangsa Eropa, yang harus membayar sangat mahal untuk mendapatkan rempah-rempah yang telah lama dikuasai pedagang Arab, berusaha keras untuk mencari sumbernya, yang konon berada di sebuah pulau keramat tempat burung-burung (bird of paradise) yang sangat indah beterbangan di angkasa dan tidak pernah mendarat di bumi kecuali saat dia mati. Hal itu kemudian menimbulkan keinginan dan akhirnya menjadi obsesi untuk mencari sumber rempah-rempah. Catatan perjalanan Marco Polo ke China dan Asia Tenggara membuka mata orang Eropa. Hal itu pula yang mendorong pelayaran Columbus ke Amerika dan membuatnya menamai penduduk asli berkulit gelap yang ditemuinya di benua baru itu “Indian” dan buah suci merah
Suatu ketika, saya membaca sebuah buku yang ditulis oleh Cornelis Kowaas. Judulnya Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra. Dalam salah satu bagian, diceritakan tentang kejayaan Banda, Maluku. Menarik. Saat membaca buku ini, saya baru tahu, ternyata pada zamannya, Banda pernah diperebutkan oleh Belanda dan Inggris. Bahkan “pesonanya” menandingi New York, yang kala itu disebut