Kampung di Atas Awan dari Flores, Wae Rebo

Tidak dapat disangkal jika Wae Rebo memiliki keindahan yang sangat menakjubkan. Kampung Wae Rebo berada pada ketinggian 1200 mdpl berada di wilayah Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese, Manggarai Barat, Flores. Kabut tipis yang selalu menyelimuti perkampungan Wae Rebo membuat daerah ini dijuluki ‘kampung di atas awan’.

Untuk masalah penginapan, para wisatawan tak usah bingung karena bisa beristirahat di Mbaru Niang. Mbaru Niang tak lain adalah rumah tradisional asal Flores yang berbentuk drum dan beratapkan ijuk. Pemandangan yang ditawarkan pun masih sangat alami. Bahkan pihak UNESCO telah memberikan sebuah penghargaan untuk pada tahun 2012 lalu untuk rumah tradisional Mbaru Niang sebagai sebuah peninggalan yang perlu dijaga dan dilestarikan. Pemandangan tujuh Mbaru Niang berselimut kabut yang terkadang tersibak angin menjadikan Wae Rebo bak negeri khayalan dalam sebuah cerita dongeng.

Kondisi Kampung Di Atas Awan

Kampung Wae Rebo dihuni oleh 112 kepala keluarga dengan jumlah penduduk berkisar 625 jiwa berdasarkan data kependudukan tahun 2012.  Daerah yang berjuluk ‘kampung di atas awan ini’ langsung menyita perhatian para traveler terutama wisatawan mancanegara. Hal ini tak lain karena biaya akomodasi yang memang terbilang lumayan mahal serta rute perjalanan yang penuh tantangan yang hanya cocok untuk yang berjiwa petualang.

Kampung Wae Rebo sendiri pada mulanya ditemukan oleh arsitek asal Jakarta, Yori Antar yang merasa penasaran dengan kartu pos bergambar Mbaru Niang. Dan akhirnya pencarian yang dilakukan berhasil menemukan Wae Rebo. Lewat laporannya, akhirnya banyak turis mancanegara yang mengetahui tempat ini dan rutin mengunjungi Wae Rebo.

Suasana yang masih terisolir jauh dari hiruk pikuk perkotaan membuat Wae Rebo memiliki daya tarik tersendiri. Ditambah lagi para penduduknya masih sangat menjunjung kearifan lokal yang dimiliki seperti menjaga kelestarian Mbaru Niang. Di ‘kampung di atas awan’ ini hanya boleh berdiri tujuh Mbaru Niang, tak boleh lebih dan tak boleh kurang. Untuk satu Mbaru Niang sendiri dapat dihuni enam sampai delapan keluarga. Sedangkan untuk masyarakat yang tak mampu ditampung di Wae Rebo harus pindah ke Kombo. Letak Kombo sendiri tak jauh dari Wae Rebo dan kerap disebut sebagai kampung kembaran Wae Rebo karena sebagian besar masyarakatnya memang berasal dari Wae Rebo. Namun sayang hingga saat ini Wae Rebo masih belum memiliki sekolah dimana anak-anak harus merantau ke Kombo untuk menuntut ilmu.

Usaha penduduk Wae Rebo sendiri yang utama adalah dari kopi jenis arabika dan kain cura.  Kain cura adalah sebuah jenis kain tenun bermotif cerah.

Tantangan Menuju Kampung Di Atas Awan

Perjalanan menuju Wae Rebo memang butuh perjuangan ekstra. Biasanya para traveler memulai perjalanannya dari Labuan Bajo lalu memutar dari Ruteng menuju Desa Denge. Desa ini merupakan desa terakhir sebelum menuju Wae Rebo dimana juga menjadi tempat terakhir yang bisa diakses menggunakan alat transportasi motor maupun mobil. Di Denge banyak berdiri homestay yang dikelola masyarakat sekitar karena kerap dijadikan transit para wisatawan sebelum menuju Wae Rebo.

Perjalanan dari Denge ke Wae Rebo hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dengan jarak sekitar 9 km dan waktu tempuh berkisar 2-4 jam bergantung kondisi fisik para pengunjung. Biasanya pemuda Denge atau Wae Rebo siap mengantar sekaligus menjadi porter untuk membawa barang-barang perlengkapan Anda. Rutenya pun lumayan ekstrim melintas hutan dan perbukitan serta medan bebatuan yang licin dan menanjak hingga bibir jurang.

Membaur Dengan Kearifan Lokal Wae Rebo

Salah satu kearifan local yang masih terjaga adalah ritual penyambutan tamu “Pa’u Wae Lu’u”. Hal ini dimaksudkan untuk memintakan ijin dan perlindungan pada roh leluhur untuk tamu yang datang. Tamu di Wae Rebo sendiri dianggap sebagai saudara yang sedang pulang kampung. Setelah itu tetua adat akan menyampaikan sejumlah hal tabu untuk dilakukan selama tinggal di Wae Rebo. Di Wae Rebo berlaku larangan memakai rok pendek dan tank top untuk menjaga kesopanan dan memamerkan kemesraan. Juga dilarang memaki atau mengumpat. Wae Rebo juga memiliki pengelolaan uang yang baik dari para wisatawan.

Demikian sekilas cerita ‘kampung di atas awan’ dari Flores. Anda penasaran? Siapkan dana dan stamina untuk dapat menginjakkan kaki di Wae

About Author

client-photo-1
Campa Tour & Event

Comments

Tinggalkan Balasan