Selama berabad-abad yang lalu, kawasan utara Yogyakarta menjadi pusat peradaban Kerajaan Mataram kuno. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan candi Hindu dan pada saat itu candi ini menjadi tempat pemujaan kepada Dewa Siwa. Candi ini berdiri dengan megahnya di kaki Gunung Merapi. Suatu saat Gunung Merapi meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11, kemungkinan tahun 1006 dan memporak-porandakan daerah sekitar gunung tersebut dan mengubur Candi Sambisari ini. Candi ini terkubur sangat dalam hingga beribu tahun lamanya. Awal mula penemuan Candi ini ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani di Desa Sambisari bernama Karyowinangun. Beliau saat yang saat itu sedang mencangkul, kemudian mata cangkulnya terbetur baru yang mempunyai ukiran. Setelah diteliti oleh Dinas Kepurbakalaan, akhirnya diketahui bahwa batu tersebut merupakan komponen candi dan dilakukan eskavasi alias penggalian lanjutan. Perlu waktu nyaris 3 windu untuk merampungkan proses eskavasi hingga rekonstruksi bangunan. Ditemukan pada tahun 1966, candi ini baru selesai dipugar pada tahun 1987. Sesuai dengan nama desa tempat ia ditemukan, candi ini pun diberi nama Candi Sambisari. Letak candi ini berada lebih rendah 6,5 meter daripada permukaan tanah disekitarnya. Bangunan Bangunan candi utama dikelilingi oleh pagar batu dengan ukuran 50 m x 48 m. Di kompleks candi ini mempunyai candi utama yang didampingi oleh tiga candi perwara atau pendamping. Pada bagian luar dinding bangunan utama terdapat lima relung. Di sebelah utara terdapat patung Durga Mahisasuramardini, yang merupakan istri dari Dewa Syiwa, dengan 8 tangan yang masing-masing menggenggam senjata. Sebelah timur terdapat patung Ganesha, selatan terdapat patung Agastya, dan di sebelah barat terdapat dua patung dewa penjaga pintu yaitu Mahakala dan Nandiswara. Di dalam candi utama terdapat Lingga dan Yoni dengan ukuran cukup besar. Latar Belakang Keagamaan di candi Sambisari, bilik candi tidak ditempati arca Siwa Mahadewa, tetapi dalam
Selama berabad-abad yang lalu, kawasan utara Yogyakarta menjadi pusat peradaban Kerajaan Mataram kuno. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan candi Hindu dan pada saat itu candi ini menjadi tempat pemujaan kepada Dewa Siwa. Candi ini berdiri dengan megahnya di kaki Gunung
 Tak jauh dari Candi Ratu Boko, Candi barong, dan Candi Ijo, terdapat candi bercorak Buddha. Candi ini bernama Candi Banyunibo. Dibangun pada abad ke-9 pada masa Kerajaan Mataram Kuno, candi ini berdiri megah dengan stupa pada bagian atasnya yang merupakan ciri khas Buddha. Di dusun sekitar Candi Banyunibo, ada juga candi yang berserakan. Pada sekitar tahun 1940, Candi Banyunibo disusun kembali setelah ditemukan dalam keadaan rusak. Nama Banyunibo sendiri berarti air yang jatuh atau menetes. Walaupun jarang dikunjungi oleh wisatawan, sebenarnya Candi Banyunibo sangat potensial karena keindahan, keunikan, dan eksotisnya. Banyaknya ornamen atau hiasan di candi ini menjadi daya tariknya. Bahkan, hampir setiap bagian candi terdapat relief. Beberapa bagian candi mempunyai ornamen yang sama. Hal ini tidak mengurangi keagungan candi ini. Nah, hiasan itu terdiri atas beberapa bidang yang terdapat ornamen tanaman yang berada di pot. Terletak di antara ladang tebu dan persawahan, candi utamanya menghadap ke arah barat. Di sekitarnya, terdapat 6 candi perwira atau pendamping yang berbentuk stupa dan terletak di sebelah selatan dan timur candi utama. Dua relief candi ini merujuk pada Dewi Hariti, yakni dewi kesuburan dalam agama Buddha; serta Vaisravana, yaitu suami Dewi Jariti. Dewi Hariti juga dianggap sebagai Dewi Ibu dan Dewi Kekayaan. Dahulu, warga setempat menyebut Candi Banyunibo sebagai Si Sebatang Kara Banyunibo. Sebab, letaknya terpisah dari candi-candi lainnya. Terdapat singa di sebelah kanan dan kiri pintu masuknya. Hal ini melambangkan penjaga candi. Aktivitas yang bisa dilakukan di Candi Banyunibo Candi Banyunibo Anda tidak sebatas hanya berfoto atau mempelajari sejarah candi saja. Kini ada sebuah aktivitas lain yaitu Jemparingan atau memanah gaya mataraman yang mungkin sebagian orang belum banyak yang mengetahui aktivitas ini. Beberapa tahun ini Jemparingan mulai banyak di minati oleh beberapa anak muda, bahkan banyak komunitas Jemparingan yang sudah aktif dan mulai membuat kejuaraan atau event tahunan. Termasuk di area Candi
 Tak jauh dari Candi Ratu Boko, Candi barong, dan Candi Ijo, terdapat candi bercorak Buddha. Candi ini bernama Candi Banyunibo. Dibangun pada abad ke-9 pada masa Kerajaan Mataram Kuno, candi ini berdiri megah dengan stupa pada bagian atasnya yang merupakan ciri khas Buddha. Di dusun sekitar Candi Banyunibo, ada juga candi yang berserakan. Pada sekitar
Berbagai tempat wisata di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, juga layak untuk dieksplorasi. Nah, di kabupaten ini terdapat banyak peninggalan bersejarah berupa candi, salah satunya ialah Candi Gebang. Candi Gebang diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno, yakni pada abad ke-8 Masehi, di bawah kepemimpinan Wangsa Sanjaya. Pada sekitar tahun 1936, warga menemukan patung Ganesha. Selajutnya, para arkeolog mulai melakukan penelitian di sekitar tempat ditemukannya patung Ganesha tersebut. Ternyata, memang benar terdapat candi. Kemudian, candi ini mengalami pemugaran pertama yang dipimpin oleh Van Romondt pada tahun 1937 hingga 1939. Candi Gebang seluas 5,25x5,25 meter ini berdiri di atas kaki bangunan setinggi sekitar 2 meter. Tinggi keseluruhan candi ialah 8 meter, sedangkan bahan dasarnya berupa batu andesit. Candi ini mempunyai ciri khas berupa puncak berbentuk lingga tegak di atas seroja. Hal ini mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri. Di kiri dan kanan pintu masuk candi yang terletak di sisi timur, terdapat relung tempat arca. Di relung sebelah utara, terdapat arca nandiswara, sedangkan di sebelah selatan kosong. Konon, terdapat arca Mahakala di dalam relung yang kosong itu. Sementara itu, di sisi barat, terdapat relung berisi arca Ganesha yang sedang duduk di atas yoni dengan belalai mengarah ke utara. Selain itu, keunikan lainnya ialah tidak adanya tangga untuk naik ke selasar di permukaan kaki candi. Namun, di candi lainnya, terdapat tangga berbentuk batu berundak yang menghubungkan kaki candi dengan ruangan utama. Meskipun begitu, terdapat dugaan bahwa tangga di candi Gebang terbuat dari kayu atau bahan lain yang mudah rapuh. Namun, belum da informasi jelas tentang tidak adanya tangga ini. Taman yang tertata rapi menambah keeksotisan dan keindahan Candi Gebang. Banyak pohon rindang dan bangku taman yang membuat pengunjung lebih nyaman beristirahat ketika lelah berkeliling candi. Lokasi Candi Gebang berada di Dusun Gebang, Kelurahan Widomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk masuk ke Candi
Berbagai tempat wisata di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, juga layak untuk dieksplorasi. Nah, di kabupaten ini terdapat banyak peninggalan bersejarah berupa candi, salah satunya ialah Candi Gebang. Candi Gebang diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno, yakni pada abad ke-8 Masehi, di bawah kepemimpinan Wangsa Sanjaya. Pada sekitar tahun 1936, warga menemukan patung Ganesha. Selajutnya, para
Wisata sejarah merupakan salah satu keunggulan Yogyakarta selain wisata alam dan budaya. Di Jogja, kita akan menemukan Museum Puro Pakualaman yang merupakan salah satu wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi. Di museum ini, pengunjung dapat menemukan barang-barang peninggalan sejak zaman Kerajaan Pakualaman. Barang-barang tersebut tentu saja memiliki nilai sejarah yang penting. Terletak di kompleks Puro Pakualaman, museum ini sudah berdiri sejak 29 Januari 1981 lalu. Selain dijadikan tempat penyimpanan barang peninggalan bersejarah, museum juga dijadikan sebagai objek wisata berbasis sejarah dan budaya. Pengunjung diberi edukasi tentang sejarah dan penggunaan barang-barang peninggalan tersebut. Didirikan sejak pada masa Paku Alam V, bangunan Museum Puro Pakualaman ini tidak lebih luas jika dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta, yakni sekitar 816 meter persegi luasnya. Bangunan ini adalah milik Puro Pakualaman dan dilakukan renovasi pada tahun 1981 dengan persetujuan langsung dari Sri Paku Alam. Dalam realisasi perbaikannya, pemerintah juga ikut membantu, yakni melalui Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta. Di museum ini, pengunjung dapat menemukan gambaran budaya dan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Pakualaman. Barang peninggalan zaman VOC banyak dijumpai di sini yang terbagi menjadi tiga bagian. Bagian yang pertama adalah sebuah ruangan yang berisi silsilah keluarga Paku Alam. Selain itu, ada pula perjanjian politik antara Inggris dan Belanda dalam bentuk dokumen, dan juga beberapa foto Paku Alam yang diambil zaman dulu. Pengunjung juga bisa menemukan denah Museum Puro Pakualaman. Pada bagian kedua, terdapat barang dan peralatan yang digunakan saat Puro Pakualaman masih jaya. Di sini pula, pengunjung dapat menemukan koleksi kostum tari, pakaian prajurit, dan juga pakaian milik permaisuri Pangeran Adipati Praja Pakualaman. Selain itu, ternyata di sini juga menyimpan pakaian yang dipakai oleh abdi dalem Pakualaman. Tidak ketinggalan pula pakaian Pangeran Adipati Praja Pakualaman dan Bedoyo Samgita Hasta yang sangat menarik untuk diketahui. Sedangkan, pada bagian ketiga terdapat kereta kuda bernama Kereta Kiai Manik
Wisata sejarah merupakan salah satu keunggulan Yogyakarta selain wisata alam dan budaya. Di Jogja, kita akan menemukan Museum Puro Pakualaman yang merupakan salah satu wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi. Di museum ini, pengunjung dapat menemukan barang-barang peninggalan sejak zaman Kerajaan Pakualaman. Barang-barang tersebut tentu saja memiliki nilai sejarah yang penting. Terletak di kompleks Puro
Sudah lama diketahui bahwa Jogja adalah salah satu tujuan wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi. Salah satu lokasi wisata sejarah yang wajib dikunjungi adalah Museum Monumen Pangeran Diponegoro. Di sini, pengunjung dapat melihat dan mengetahui berbagai barang peninggalan Pangeran Diponegoro saat zaman Belanda yang bernilai sejarah. Selain barang peninggalan, di museum ini juga terdapat rumah yang dijadikan kediaman Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro adalah salah satu pangeran yang dikenal di Indonesia karena melawan Belanda pada tahun 1825-1830. Tujuan dibangunnya Museum ini adalah untuk mengenang jasa Pangeran Diponegoro untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dulunya, museum ini adalah rumah Pangeran Diponegoro dan keluarganya. Pendiri museum ini adalah Mayjend TNI Surono dan dilanjutkan oleh Meyjend TNI Widodo. Pengunjung dapat menemui museum ini di Tegalrejo, Yogyakarta. Dibangunnya museum ini juga tidak luput dari restu yang diberikan oleh ahli waris Pangeran Diponegoro yang mengizinkan tanah peninggalan sang Pangeran dibangun sebuah monumen. Sebagai bukti sah, surat pernyataan tentang izin tersebut ditandatangani oleh dr. Sahir Nitihardjo, Nyi Hadjar Dewantara, dan KRT. Prodjodiningrat. Peresimian Museum Monumen Pangeran Diponegoro dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 1969 oleh Jendral TNI (purnawirawan) Soeharto. Di museum ini, pengunjung juga dapat menemukan pendapa dan pringgitan yang bernilai sejarah. Beberapa diantaranya adalah senjata yang terdiri dari pedang, panah, tombak, dan keris. Uniknya, di museum ini juga ditunjukkan bagian dinding yang sengaja dibuat berlubang. Fungsinya adalah untuk akses meloloskan diri saat Pangeran Diponegoro dikepung oleh Belanda. Tak hanya barang-barang peninggalan Pangeran Diponegoro, di Museum ini juga terdapat peninggalan Sultan Hamengkubuwono II yang berjumlah 100. Di bagian sudut timur pendopo, terdapat meriam perang. Ada pula beberapa peralatan memasak yang digunakan pada zaman itu, seperti bokor, teko, canting, dan lain sebagainya. Jika ingin berwisata ke Museum Monumen Pangeran Diponegoro dan destinasi menarik lainnya, segera pesan tours reguler Jogja di campatour.com.
Sudah lama diketahui bahwa Jogja adalah salah satu tujuan wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi. Salah satu lokasi wisata sejarah yang wajib dikunjungi adalah Museum Monumen Pangeran Diponegoro. Di sini, pengunjung dapat melihat dan mengetahui berbagai barang peninggalan Pangeran Diponegoro saat zaman Belanda yang bernilai sejarah. Selain barang peninggalan, di museum ini juga terdapat rumah